Daftar Blog Saya

Jumat, 17 April 2015

Suku Polahi

Budaya Kawin Sedarah, Budaya Apakah itu?

Polahi adalah julukan untuk suku terasing yang hidup di hutan pedalaman Gorontalo. Menurut cerita yang beredar di masyarakat, polahi adalah masyarakat pelarian zaman dahulu yang melakukan eksodus ke hutan karena takut dan tidak mau dijajah oleh Belanda sehingga menjadikan mereka sebagai suku terasing sampai dengan saat ini. Mereka hidup di pedalaman hutan daerah Boliyohuto, Paguyaman dan Suwawa, Provinsi Gorontalo.

Konon orang Polahi adalah pelarian pada zaman Belanda, yang katanya untuk menghindari pembayaran pajak. Jumlah mereka seluruhnya sekitar 500 orang, kira-kira 200 orang di Kecamatan Paguyaman dan 300 orang di Kecamatan Suwawa. Mereka tinggal di hutan dalam kelompok-kelompok kecil. Departemen Sosial di tingkat Kabupaten Gorontalo mengidentifikasi masyarakat Polahi dengan Kelompok 9, Kelompok 18, Kelompok 21, Kelompok 70, dan sebagainya, berdasarkan jumlah anggota kelompok dalam satu "kampung".

Literatur mengenai masyarakat ini tak ada. Bahasanya adalah dialek Gorontalo, dan menganut agama tradisional. Mereka hidup dari bercocok tanam alakadarnya dan berburu babi hutan, rusa, serta ular sanca. Belum mengenal pakaian seperti umumnya orang Indonesia, hanya memakai penutup syahwat dari daun palma dan kulit kayu. Rumah mereka sederhana, tak berdinding, dapur dibuat di tengah, juga berfungsi untuk penghangat. Mereka tak mengenal sekolah dan fasilitas kesehatan modern. Untuk mencapai Kelompok 9, diperlukan jalan kaki naik gunung sekitar tujuh jam.

Mereka terbelakang, tak hanya karena keterpencilan dan tak mempunyai pendidikan formal, bahkan dalam kebudayaan mereka tak dikenal hitung-menghitung dan tak dikenal hari. Atas bantuan para peneliti, saya dapat bertemu dengan tiga orang Polahi yang telah turun dari gunung. Angka maksimum yang dapat mereka hitung adalah empat. Selebihnya adalah "banyak". Sebelumnya saya mendengar bahwa orang Polahi hanya mengenal dua kriteria, yakni "satu" dan "banyak".


Kawin dengan saudara kandung adalah biasa. Sesepuh pada Kelompok 9 adalah seorang kakek tiga bersaudara, dua saudaranya itu perempuan. Dia mengawini kedua saudara kandungnya ini. Istrinya yang satu tak mempunyai anak, sedangkan satu lagi mempunyai enam anak, dua laki-laki dan empat perempuan. Anaknya mengawini anaknya, sehingga anaknya menjadi menantunya. Dengan mudah dapat dibayangkan betapa beratnya tantangan untuk memajukan masyarakat ini, mengintegrasikannya dengan pembangunan di Indonesia.

Kawin dengan Sedarah?
Kawin dengan saudara kandung merupakan sebuah pantangan bagi masyarakat kebanyakan, Namun, hal itu tidak berlaku bagi suku Polahi di pedalaman Gorontalo. Mereka hingga saat ini justru hanya kawin dengan sesama saudara mereka. Sama seperti postingan kami tentang Incest Kasus hubungan Seks Sedarah yang pernah kami posting beberapa waktu lalu. "Tidak ada pilihan lain. Kalau di kampung banyak orang, di sini hanya kami. Jadi kawin saja dengan saudara," ujar Mama Tanio, salah satu perempuan Suku Polahi yang ditemui di Hutan Humohulo, Pegunungan Boliyohuto, Kecamatan Paguyaman, Kabupaten Boalemo.

Suku Polahi merupakan suku yang masih hidup di pedalaman hutan Gorontalo dengan beberapa kebiasaan yang primitif. Mereka tidak mengenal agama dan pendidikan, serta cenderung tidak mau hidup bersosialisasi dengan warga lainnya. Walau beberapa keluarga Polahi sudah mulai membangun tempat tinggal tetap, tetapi kebiasaan nomaden mereka masih ada. Polahi akan berpindah tempat, jika salah satu dari keluarga mereka meninggal.

Nah, salah satu kebiasaan yang hingga sekarang masih terus dipertahankan oleh suku Polahi adalah kawin dengan keluarga sendiri yang masih satu darah. Hal biasa bagi mereka ketika seorang ayah mengawini anak perempuannya sendiri, begitu juga seorang anak laki-laki kawin dengan ibunya. Kondisi ini diakui oleh satu keluarga Polahi yang ditemui di hutan Humohulo. Kepala sukunya, Baba Manio, meninggal dunia sebulan lalu. Baba Manio beristri dua, Mama Tanio dan Hasimah. Dari perkawinan dengan Mama Tanio, lahir Babuta dan Laiya.

Babuta yang kini mewarisi kepemimpinan Baba Manio memperistri adiknya sendiri, hasil perkawinan Baba Manio dengan Hasimah. Hasimah sendiri merupakan saudara dari Baba Manio. Kelak anak-anak Babuta dan Laiya akan saling kawin juga. "Kalau mau kawin, Baba Manio membawa mereka ke sungai. Disiram dengan air sungai lalu dibacakan mantra. Sudah, cuma itu syaratnya," ujar Mama Tanio dengan polosnya.

Keterisolasian mereka di hutan dan ketidaktahuan mereka terhadap etika sosial dan agama membuat suku Polahi tidak mengerti bahwa inses dilarang. Bagi mereka, kawin dengan sesama saudara kandung adalah salah satu cara untuk mempertahankan keturunan Polahi. "Yang mengherankan, tidak ada dari turunan mereka yang cacat sebagaimana akibat dari perkawinan satu darah pada umumnya," ujar Ebbi Vebri Adrian, seorang juru foto travel yang ikut menyambangi suku Polahi.

Memang belum ada penelitian yang bisa mengungkapkan akibat dari perkawinan satu darah yang terjadi selama ini di Suku Polahi. Namun, dibandingkan dengan suku-suku pedalaman lainnya di Indonesia, mungkin hanya Polahi yang mempunyai kebiasaan primitif tersebut. Sebuah ironi yang masih saja terjadi di belahan bumi Indonesia ini.

Cerita Mistis yang Melingkupinya
Beberapa puluh tahun lalu, keberadaan Polahi masih merupakan cerita mistis yang penuh misteri. Paling banyak cerita mengenai suku ini datang dari para pencari rotan yang mengambil rotan di Pengunungan Boliyohuto.

"Para pencari rotan sebelum saya, bercerita bahwa Polahi yang bertemu dengan mereka, selalu merampas barang-barang mereka. Mereka terpaksa menyerahkan makanan dan parang yang dibawa, karena kalau tidak Polahi bisa membunuh mereka," ujar Jaka Regani (48) salah satu pencari rotan yang ditemui di Hutan Humohulo, Panguyaman, Kecamatan Boalemo, Gorontalo, pekan lalu.

Dulu, Polahi tidak mengenal pakaian. Mereka hanya mengenakan semacam cawat yang terbuat dari kulit kayu atau daun woka untuk menutupi kemaluan mereka. Sementara itu, bagian dada dibiarkan telanjang, termasuk para wanitanya. "Tapi sekarang Polahi yang berada di Paguyaman dan sekitarnya sudah tahu berpakaian. Mereka sudah berpakaian layaknya warga lokal lainnya," ujar Rosyid Asyar, seorang juru foto yang meminati kehidupan Polahi.

Suku Polahi dianggap mempunyai ilmu kesaktian bisa menghilang dari pandangan orang. Mereka dipercaya punya kemampuan berjalan dengan sangat cepat, dan mampu hidup di tengah hutan belantara. "Dua puluh tahun lalu ada teman saya yang meneliti mengenai Polahi primitif sempat hidup bersama mereka selama seminggu. Menurut pengakuannya, ketika bertemu dengan Polahi primitif tersebut, matanya harus diusap dengan sejenis daun dulu baru bisa melihat Polahi," jelas Rosyid.

Kehidupan Polahi yang bertahan di hutan pedalaman Boliyohuto dan tidak mau turun hidup bersama dengan warga kampung, membuat cerita mistis mengenai mereka terus bertahan. Menurut sejarah yang bisa ditelusuri, sejatinya suku Polahi merupakan warga Gorontalo yang pada waktu penjajahan Belanda dulu melarikan diri ke dalam hutan. Pemimpin mereka waktu itu tidak mau ditindas oleh penjajah. Oleh karena itu, orang Gorontalo menyebut mereka Polahi, yang artinya "pelarian."

Jadilah Polahi hidup beradaptasi dengan kehidupan rimba. Setelah Indonesia merdeka, turunan Polahi masih bertahan tinggal di hutan. Sikap antipenjajah tersebut terbawa terus secara turun temurun, sehingga orang lain dari luar suku Polahi dianggap penindas dan penjajah.

Keterasingan mereka di hutan membuat Polahi tidak terjangkau dengan etika sosial, pendidikan dan agama. Turunan Polahi lalu menjadi warga yang sangat termarginalkan dan tidak mengenal tata sosial pada umumnya. Mereka juga tidak mengenal baca tulis serta menjadikan mereka suku yang tidak menganut agama.  Keterasingan itu semakin melengkapi misteri dan cerita mistis suku Polahi. "Awalnya kami takut bertemu dengan Polahi jika sedang berada di hutan mencari rotan, tetapi kini kami malah sering menumpang istirahat di rumah mereka ketika berada dalam hutan," kata Jaka.

Kebiasaan primitif yang hingga kini masih terus dipertahankan turunan Polahi adalah kawin dengan sesama saudara. Karena tidak mengenal agama dan pendidikan, anak seorang Polahi bisa kawin dengan ayahnya, ibu bisa kawin dengan anak lelakinya, serta adik kawin dengan kakaknya.

Selain di Paguyaman, suku Polahi juga bisa ditemui di daerah Suwawa dan Sumalata. Semuanya berada di sekitar Gunung Boliyohuto, Provinsi Gorontalo. "Memang untuk bertemu dengan Polahi primitif nyaris mustahil, tetapi beberapa orang meyakini hingga kini masih bertemu dengan mereka," kata Rosyid lagi.


Kamis, 16 April 2015

Suku Madura

Karapan Sapi yang Memunah

 
Merupakan suku etnis dengan populasi yang besar di Indonesia, jumlahnya sekitar 20.200.000 untuk saat ini. Mereka berasal dari pulau Madura dan pulau-pulau sekitarnya. 
Seperti Gili Raja, Sapudi, Raas, dan Kangean. 
Selain itu, orang Madura tinggal di bagian timur Jawa Timur biasa disebut wilayah Tapal Kuda, dari Pasuruan sampai utara Banyuwangi. 

Orang Madura yang berada di Situbondo, Bondowoso, Probolinggo, Lumajang, Jember, jumlahnya paling banyak dan jarang yang bisa berbahasa Jawa, juga termasuk Surabaya Utara, serta sebagian Malang. ada juga yang menetap di Bawean, di negeri jiran Malaysia, Timor Leste, brunei Darussalam misalnya juga ada, bahkan mereka ada yang menjadi penduduk tetap (sudah dapat AiC/ surat tinggal selamanya.
Di samping suku Jawa dan Sunda, orang Madura juga banyak yang bertransmigrasi ke wilayah lain terutama ke Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah, serta ke Jakarta, Tangerang, Depok, Bogor, Bekasi, dan sekitarnya, juga Negara Timur Tengah khususnya Saudi Arabia. Beberapa kota di Kalimantan seperti Sampit dan Sambas, pernah terjadi kerusuhan etnis yang melibatkan orang Madura disebabkan oleh kesenjangan sosial, namun sekarang kesenjangan itu sudah mereda dan etnis Madura dan penduduk setempat sudah rukun kembali. Orang Madura pada dasarnya adalah orang yang mempunyai etos kerja yang tinggi, suka merantau karena keadaan wilayahnya yang tidak baik untuk bertani. Orang perantauan asal Madura umumnya berprofesi sebagai pedagang, misalnya: berjual-beli besi tua, pedagang asongan, dan pedagang pasar. Namun, tidak sedikit pula di antara mereka yang menjadi tokoh nasional seperti ketua MK Mahfud Md, Wardiman Djojonegoro (mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan 1993-1998 di bawah pemerintahan Presiden Soeharto),Rahmat Saleh ( mantan Mentri Perdagangan dan Gubernur Bank Indonesia ) di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, R. Hartono adalah seorang mantan jenderal dengan pangkat tertinggi di TNI Angkatan Darat yaitu jenderal bintang empat dengan jabatan tertinggi pula sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat. Dia merupakan satu-satunya perwira tinggi dari korps Kavaleri yang mendapatkan pangkat jenderal penuh (bintang empat) juga ( Mantan Mentri Penerangan ), M.A.Rachman Mantan Jaksa Agung.Hadi Purnomo Mantan Ketua BPK ), Nurmahmudi Ismael Mantan Mentri Kehutanandan Presiden PKS ), Soejono Chanafian Atmonegoro Mantan Jaksa Agung ), Herman Widyanan Mantan Wakil BPK ) , Banoerusman Astrosemitro Mantan Kapolri ). Hanafie Hasnan Mantan Kepala staf Angkatan Udara AURI ),Muhammad Arifin ( Mantan Kepala Staff ALRI ) , Roemanhadi Mantan Kepala Staf Kepolisian RI ). Tokoh penyair dan budayawan Madura yang terkenal dengan julukan Clurit Emas, HD. Zawawi Imron, merupakan tokoh autodidak asli produk Madura dll. Selain itu banyak juga terdapat tokoh pejuang kemerdekaan yang layak menjadi Pahlawan nasional Indonesia Seperti: Trunojoyo yang telah memberikan perlawanan terhadap Kolonial Belanda (VOC tahun 1677). Kiyai Taman adalah seorang pejuang Islam yang gigih menentang Belanda pada tahun 1919. Kiai Djauhari membuka cabang Hizbullah di Prenduan. Didirikan pada tahun 1944, Hizbullah adalah organisasi militer pemuda Majelis Muslimin Indonesia (Masjumi), organisasi yang berpengaruh secara nasional kala itu. KH. Abdullah Sajjad, salah satu pengasuh PP. Annuqayah salah satu pahlawan dari Kabupaten Sumenep. KH. Mawardi, salah satu pengasuh PP. Sumber Anyar salah satu pahlawan dari Pamekasan. Madura masih menyimpan banyak tokoh ulama seperti Syaikhona Kholil Bangkalan, K.Abdul Majid Bata-bata, K.Moh.Ilyas Guluk-guluk, K. Abdul Hamid Baqir Banyuanyar, K. Jufri Marzuqi Sumber Batu (dianugerahi gelar al-Syahidul Kabir oleh PB.NU), Halim Perdana Kusuma salah satu pahlawan Nasional yang tewas di semenanjung Malaya, dsb.
Mayoritas masyarakat hampir 100 % suku Madura adalah penganut Islam bahkan suku Madura yang tinggal di Madura bisa dikatakan 100 % muslim. suku Madura terkenal sangat taat dalam beragama islam. Salah satu sebabnya dengan adanya Pondok Pesantren yang tersebar di seluruh pulau madura. Misalnya Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata, Pondok Pesantren Darul Ulum Banyuanyar di Kabupaten Pamekasan, Pondok pesantren AnnuqayahPondok Pesantren Annuqayah disingkat PPA pesantren yang terletak di desa Guluk-Guluk, Pondok Pesantren Al-Amin di Sumenep dan Pondok Pesantren, Pondok Pesantren Syaikhona Kholil Bangkalan, Pondok Pesantren Attaraqqi Sampang, dan pesantren-pesantren lainnya dari yang memiliki santri ribuan, ratusan, dan puluhan yang tersebar di Pulau Madura. Pesantren-pesantren begitu mengakar dalam kehidupan masyarakat Madura karena pesantren tidak sekedar mengajar ilmu agama tapi juga mempunyai kiprah dalam kehidupan sosial kemasyarakatan dan peduli pada nasib rakyat kecil. Misalnya Pondok-Pesantren Sumber Mas yang terletak di desa ter pencil Rombiya Barat Ganding Sumenep. Sekalipun jumlah santri hanya berkisar ratusan, namun pesantren ini telah memiliki usaha untuk memberdayakan para alumni dan masyarakat sekitar dengan program simpan pinjam yang dimotori oleh BMT Sumber Mas, pembinaan peternak sapi dan kambing, ayam petelor, usaha rental dan sebagainya.
Suku Madura terkenal karena gaya bicaranya yang blak-blakan. Juga dikenal hemat, disiplin, dan rajin bekerja. Untuk naik haji, orang Madura sekalipun miskin pasti menyisihkan sedikit penghasilannya untuk simpanan naik haji. Selain itu orang Madura dikenal mempunyai tradisi Islam yang kuat, sekalipun kadang melakukan ritual Pethik Laut atau Rokat Tasse (sama dengan larung sesaji).

Tulisan di atas hanya streotipe saja yang hanya dilakukan oleh segelintir orang. Suku Madura memiliki aturan dan tatakrama yang sangat kuat. Orang Madura sangat menghormati orang tua, guru, dan sebagainya. Apalagi Madura Timur (Pamekasan dan Sumenep)yang dikenal halus gaya bicaranya dan sangat sopan santun.
Harga diri, juga paling penting dalam kehidupan orang Madura, mereka memiliki sebuah peribahasa lebbi bagus pote tollang, atembang pote mata. Artinya, lebih baik mati (putih tulang) daripada malu (putih mata). Sifat yang seperti ini melahirkan tradisi carok pada masyarakat Madura.

Ada perbedaan antara Madura Timur (Sumenep dan Pamekasan)dengan Madura Barat (Sampang dan Bangkalan). Orang Madura Timur dikenal lebih halus baik dari sikap, bahasa, dan tatakrama dari pada orang Madura Barat. Orang Madura Barat lebih banyak merantau dari pada Madura Timur. Hal ini, dikarenakan Madura Barat lebih gersang dari pada Madura Timur yang dikenal lebih subur.



Minggu, 12 April 2015

Suku Samin



Suku Samin
Ajaran Samin (disebut juga Pergerakan Samin atau Saminisme) adalah salah satu suku yang ada di Indonesia. Masyarakat ini adalah keturunan para pengikut Samin Surosentiko yang mengajarkan sedulur sikep, di mana mereka mengobarkan semangat perlawanan terhadap Belanda dalam bentuk lain di luar kekerasan. Bentuk yang dilakukan adalah menolak membayar pajak, menolak segala peraturan yang dibuat pemerintah kolonial. Masyarakat ini acap memusingkan pemerintah Belanda maupun penjajahan Jepang karena sikap itu, sikap yang hingga sekarang dianggap menjengkelkan oleh kelompok di luarnya.

Masyarakat Samin sendiri juga mengisolasi diri hingga baru pada tahun '70-an, mereka baru tahu Indonesia telah merdeka. Kelompok Samin ini tersebar sampai Jawa Tengah, namun konsentrasi terbesarnya berada di kawasan Blora, Jawa Tengah dan Bojonegoro, Jawa Timur yang masing-masing bermukim di perbatasan kedua wilayah. Jumlah mereka tidak banyak dan tinggal di kawasan pegunungan Kendeng di perbatasan dua provinsi. Kelompok Samin lebih suka disebut wong sikep, karena kata samin bagi mereka mengandung makna negatif.Orang luar Samin sering menganggap mereka sebagai kelompok yang lugu, tidak suka mencuri, menolak membayar pajak, dan acap menjadi bahan lelucon terutama di kalangan masyarakat Bojonegoro. Pokok ajaran Samin Surosentiko, yang nama aslinya Raden Kohar, kelahiran Desa Ploso Kedhiren, Randublatung, tahun 1859, dan meninggal saat diasingkan ke Padang, 1914.

Pengikut ajaran Samin mempunyai lima ajaran:
  • tidak bersekolah,
  • tidak memakai peci, tapi memakai “iket”, yaitu semacam kain yang diikatkan di kepala mirip orang Jawa dahulu,
  • tidak berpoligami,
  • tidak memakai celana panjang, dan hanya pakai celana selutut,
  • tidak berdagang, dan
  • penolakan terhadap kapitalisme.
Pokok ajaran Samin adalah sebagai berikut:
  • Agama adalah senjata atau pegangan hidup. Paham Samin tidak membeda-bedakan agama, oleh karena itu orang Samin tidak pernah mengingkari atau membenci agama. Yang penting adalah tabiat dalam hidupnya.
  • Jangan mengganggu orang, jangan bertengkar, jangan suka iri hati, dan jangan suka mengambil milik orang.
  • Bersikap sabar dan jangan sombong.
  • Manusia hidup harus memahami kehidupannya sebab hidup adalah sama dengan roh dan hanya satu, dibawa abadi selamanya. Menurut orang Samin, roh orang yang meninggal tidaklah meninggal, namun hanya menanggalkan pakaiannya.
  • Bila berbicara harus bisa menjaga mulut, jujur, dan saling menghormati. Berdagang bagi orang Samin dilarang karena dalam perdagangan terdapat unsur “ketidakjujuran”. Juga tidak boleh menerima sumbangan dalam bentuk uang.
Sebagaimana paham lain yang dianggap oleh pendukungnya sebagai agama, orang Samin juga memiliki "kitab suci". "Kitab Suci" itu adalah Serat Jamus Kalimasada  yang terdiri atas beberapa buku, antara lain Serat Punjer Kawitan, Serat Pikukuh Kasajaten,Serat Uri-Uri Pambudi ,Serat Jati Sawit,Serat Lampahing Urit, dan merupakan nama-nama kitab yang amat populer dan dimuliakan oleh orang Samin.
Ajaran dalam buku Serat Pikukuh Kasajaten (pengukuhan kehidupan sejati) ditulis dalam bentuk puisi tembang, yaitu suatu genre puisi tradisional kesusastraan Jawa.
Dengan mempedomani kitab itulah, orang Samin hendak membangun sebuah nagara batin yang jauh dari sikap drengki srei, tukar padu, dahpen kemeren. Sebaliknya, mereka hendak mewujudkan perintah "Lakonana sabar trokal. Sabare dieling-eling. Trokali dilakoni."
Walaupun masa penjajah Belanda  dan Jepang telah berakhir, orang Samin tetap menilai pemerintah Indonesia saat itu tidak jujur. Oleh karenanya, ketika menikah mereka tidak mencatatkan dirinya baik di KUA atau di catatan sipil.
Secara umum, perilaku orang Samin/ 'Sikep' sangat jujur dan polos tetapi kritis.
Mereka tidak mengenal tingkatan bahasa Jawa, jadi bahasa yang dipakai adalah bahasa Jawa ngoko. Bagi mereka menghormati orang lain tidak dari bahasa yang digunakan tapi sikap dan perbuatan yang ditunjukkan.
Pakaian orang Samin biasanya berupa baju lengan panjang tanpa kerah, berwarna hitam.Laki-laki memakai ikat kepala. Untuk pakaian wanita bentuknya kebaya lengan panjang, berkain sebatas di bawah tempurung lutut atau di atas mata kaki.
Dalam hal kekerabatan masyarakat Samin memiliki persamaan dengan kekerabatan Jawa pada umumnya. Sebutan-sebutan dan cara penyebutannya sama. Hanya saja mereka tidak terlalu mengenal hubungan darah atau generasi lebih ke atas setelah Kakek atau Nenek.
Hubungan ketetanggaan  baik sesama Samin maupun masyarakat di luar Samin terjalin dengan baik. Dalam menjaga dan melestarikan hubungan kekerabatan masyarakat Samin memiliki tradisi untuk saling berkunjung terutama pada saat satu keluarga mempunyai hajat sekalipun tempat tinggalnya jauh.
Menurut Samin, perkawinan itu sangat penting. Dalam ajarannya perkawinan itu merupakan alat untuk meraih keluhuran budi yang seterusnya untuk menciptakan “Atmaja (U)Tama” (anak yang mulia).
Dalam ajaran Samin, dalam perkawinan seorang pengantin laki-laki diharuskan mengucapkan syahadat, yang berbunyi kurang lebih demikian: “ Sejak Nabi Adam pekerjaan saya memang kawin. (Kali ini) mengawini seorang perempuan bernama…… Saya berjanji setia kepadanya. Hidup bersama telah kami jalani berdua.”
Demikian beberapa ajaran kepercayaan yang diajarkan Samin Surosentiko pada pengikutnya yang sampai sekarang masih dipatuhi warga samin.
Menurut orang Samin perkawinan sudah dianggap sah walaupun yang menikahkan hanya orang tua pengantin.
Ajaran perihal Perkawinan dalam tembang Pangkur orang Samin adalah sebagai berikut (dalam Bahasa Jawa):
Basa JawaTerjemahan
Saha malih dadya garan,"Maka yang dijadikan pedoman,
anggegulang gelunganing pembudi,untuk melatih budi yang ditata,
palakrama nguwoh mangun,pernikahan yang berhasilkan bentuk,
memangun traping widya,membangun penerapan ilmu,
kasampar kasandhung dugi prayogântuk,terserempet, tersandung sampai kebajikan yang dicapai,
ambudya atmaja 'tama,bercita-cita menjadi anak yang mulia,
mugi-mugi dadi kanthi.mudah-mudahan menjadi tuntunan."
Pandangan masyarakat samin terhadap lingkungan sangat positif, mereka memanfaatkan alam (misalnya mengambil kayu) secukupnya saja dan tidak pernah mengeksploitasi. Hal ini sesuai dengan pikiran masyarakat Samin yang cukup sederhana, tidak berlebihan dan apa adanya. Tanah bagi mereka ibarat ibu sendiri, artinya tanah memberi penghidupan kepada mereka. Sebagai petani tradisional maka tanah mereka perlakukan sebaik-baiknya. Dalam pengolahan lahan (tumbuhan apa yang akan ditanam) mereka hanya berdasarkan musim saja yaitu penghujan dan kemarau. Masyarakat Samin menyadari isi dan kekayaan alam habis atau tidak tergantung pada pemakainya.
Pemukiman masyarakat Samin biasanya mengelompok dalam satu deretan rumah-rumah agar memudahkan untuk berkomunikasi. Rumah tersebut terbuat dari kayu terutamakayu jati dan juga bambu, jarang ditemui rumah berdinding batu bata. Bangunan rumah relatif luas dengan bentuk limasan, kampung , atau joglo. Penataan ruang sangat sederhana dan masih tradisional, terdiri dari ruang tamu yang cukup luas, kamar tidur, dan dapur. Kamar mandi dan sumur terletak agak jauh dan biasanya digunakan oleh beberapa keluarga . Kandang ternak berada di luar, di samping rumah.Upacara -upacara tradisi yang ada pada masyarakat Samin antara lain nyadran  (bersih desa) sekaligus menguras sumber air pada sebuah sumur tua yang banyak memberi manfaat pada masyarakat. Tradisi selamatan yang berkaitan dengan daur hidup  yaitu kehamilan, kelahiran, khitanan, perkawinan, dan kematian. Mereka melakukan tradisi tersebut secara sederhana.
Perubahan zaman juga berpengaruh terhadap tradisi masyarakat Samin. Mereka saat ini sudah menggunakan traktor dan pupuk kimiawi dalam pertanian, serta menggunakan peralatan rumah tangga dari plastik, aluminium, dan lain-lain.